Majalengka
Maksud
baik pemerintah dalam memberikan kemudahan dan keringanan,terutama bagi
masyarakat golongan ekonomi lemah, sering kali dimanfaatkan oleh oknum-oknum
tertentu untuk meraup keuntungan pribadi, dengan berbagai macam dalih dan
modus.
Alasan
keputusan bersama dan hasil musyawarah, seringkali dijadikan siasat oleh mereka
para oknum untuk mengelabui dan menutupi perbuatan kotornya. Seperti hal nya
dalan pembuatan sertifikat tanah program nasional (Prona) yang mana program
tersebut diperuntukan bagi masyarakat yang kurang mampu, alias gratis.
Namun
pada prakteknya, program tersebut sering kali dijadikan ajang pungutan liar
(Pungli) oleh oknum Kades setempat dengan dalih kesepakatan bersama dan hasil
musyawarah. Ada kalanya, warga miskin terlewatkan dan justru warga yang
tergolong mampu lah yang mendapat prioritas.
Seperti
yang tejadi di Desa sindangkerja , Kecamatan maja , Kabupaetn majalengka,
diduga setiap pemohon pembuatan sertifikat Prona dikenakan biaya sebesar Rp.
300.000 per pemohona atau per bidang tanah bahkan samapai 700.000. dari data
yang di himpun semua pemohon dibebani biaya termasuk warga miskin dikenai biaya
Jajah S muslim Kepala desa sindangkerta saat
ditemui progresifjaya berdalih “ ini adalah keputusan bersama dan hasil
musyawarah serta sudah dibuatkan perdes tentang pungutan hingga di desa kami
tidak bemasalah. Dengan perdes kami berhak miminta berapa saja karena sudah di
atur dan disetujui oleh BPD pembuatan perdes tentang PRONA ini untuk melegalkan
pungutan.”dalihnya
Kepala desa sindang kerta Jajah S Muslim
saat ditanya perdes nomor berapa dan tentang apa dia menjawab “ kami lupa
lagi nomor perdesnya yang jelas perdes tesebut tentang
pungutan agar menjadi legal biaya tersebut untuk patok batas, materai, poto
copy, ongkos jalan ke BPN dan biaya makan, desa kami mendapatkan bantuan prona
sebanyak 200 bidang tanah rata-rata masyarakat dikenakan biaya senilai 300 ribu
itupun keuangan dari masyarakat baru masuk sekitar 60% artinya masyarakat belum
melunasi semuanya
Menanggapi aksi pungutan liar ini, dani
pande irot ,sekertaris LSM LPPNRI jawa barat,
mengecam tindakan kepala desa yang tega meminta atau memungut sejumlah
uang terhadap masyarakatnya dalam program sertifikat prona. “Meraka (warga
desa) itu masyarakat miskin, kenapa harus dipinta suruh membayar sedangkan
program prona itu gratis. Apalagi ada perdes dadakan yang dibuat serentak,
perdes tersebut semata-mata untuk mengamankan saja agar terkesan legal. Oleh
karena itu atas kasus pungli ini, saya mendesak aparat hukum terkait agar
segera menindak tegas pelaku sesuai dengan aturan yang berlaku,”Pintanya.(AUDIN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar