Jumat, 20 Maret 2015

Program PRONA warga miskin Desa sindangkerta Di PUNGLI



Majalengka
Maksud baik pemerintah dalam memberikan kemudahan dan keringanan,terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah, sering kali dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk meraup keuntungan pribadi, dengan berbagai macam dalih dan modus.
Alasan keputusan bersama dan hasil musyawarah, seringkali dijadikan siasat oleh mereka para oknum untuk mengelabui dan menutupi perbuatan kotornya. Seperti hal nya dalan pembuatan sertifikat tanah program nasional (Prona) yang mana program tersebut diperuntukan bagi masyarakat yang kurang mampu, alias gratis.
Namun pada prakteknya, program tersebut sering kali dijadikan ajang pungutan liar (Pungli) oleh oknum Kades setempat dengan dalih kesepakatan bersama dan hasil musyawarah. Ada kalanya, warga miskin terlewatkan dan justru warga yang tergolong mampu lah yang mendapat prioritas.
Seperti yang tejadi di Desa sindangkerja , Kecamatan maja , Kabupaetn majalengka, diduga setiap pemohon pembuatan sertifikat Prona dikenakan biaya sebesar Rp. 300.000 per pemohona atau per bidang tanah bahkan samapai 700.000. dari data yang di himpun semua pemohon dibebani biaya termasuk warga miskin dikenai biaya
            Jajah  S muslim Kepala desa sindangkerta saat ditemui progresifjaya berdalih “ ini adalah keputusan bersama dan hasil musyawarah serta sudah dibuatkan perdes tentang pungutan hingga di desa kami tidak bemasalah. Dengan perdes kami berhak miminta berapa saja karena sudah di atur dan disetujui oleh BPD pembuatan perdes tentang PRONA ini untuk melegalkan pungutan.”dalihnya
            Kepala desa sindang kerta Jajah S Muslim saat ditanya perdes nomor berapa dan tentang apa dia menjawab “ kami lupa lagi  nomor  perdesnya yang jelas perdes tesebut tentang pungutan agar menjadi legal biaya tersebut untuk patok batas, materai, poto copy, ongkos jalan ke BPN dan biaya makan, desa kami mendapatkan bantuan prona sebanyak 200 bidang tanah rata-rata masyarakat dikenakan biaya senilai 300 ribu itupun keuangan dari masyarakat baru masuk sekitar 60% artinya masyarakat belum melunasi semuanya
Menanggapi aksi pungutan liar ini, dani pande irot ,sekertaris LSM LPPNRI jawa barat,  mengecam tindakan kepala desa yang tega meminta atau memungut sejumlah uang terhadap masyarakatnya dalam program sertifikat prona. “Meraka (warga desa) itu masyarakat miskin, kenapa harus dipinta suruh membayar sedangkan program prona itu gratis. Apalagi ada perdes dadakan yang dibuat serentak, perdes tersebut semata-mata untuk mengamankan saja agar terkesan legal. Oleh karena itu atas kasus pungli ini, saya mendesak aparat hukum terkait agar segera menindak tegas pelaku sesuai dengan aturan yang berlaku,”Pintanya.(AUDIN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar